BismillAh...
Oleh
Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap
persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan
yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak,
serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga,
sampai dalam proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta waris, semua
diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.
Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan
yang paling benar dan sah adalah Al Qur’an dan As Sunnah Ash Shahihah
yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Berdasar rujukan ini, kita
akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan, maupun
beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di
dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan
untuk menikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri
kemanusiaan). Allah Subhanhu wa Ta'ala berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". [Ar Ruum : 30].
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا
"... Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat". [An Nisaa: 21].
Sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ اْلعَبْد،ُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَا بَقِي
"Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya.
Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya
lagi". [1]
Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan
melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik
rahimahullah berkata : “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan
larangan yang keras.” Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
"Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbanggga dengan banyaknya umatku di hadapan umat-umat".[2]
Pernah suatu ketika, tiga orang sahabat g datang bertanya kepada
isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang peribadahan
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian setelah diterangkan,
masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari
mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus”.
Sahabat yang lain berkata: “Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak
akan nikah selamanya ....”. Ketika hal itu didengar oleh Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau keluar seraya bersabda :
"أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إنِّي
َلأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ
وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي."
"Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Sungguh demi Allah,
sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara
kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku
juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku". [3]
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya
mereka fakir, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membantu dengan
memberikan rezeki kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala menjanjikan
suatu pertolongan kepada orang yang menikah, dalam firmanNya:
وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمْ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ
وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ."
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan
orang-orang yang layak (bernikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka
dengan karuniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha
Mengetahui". [An Nuur:32].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menguatkan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu dengan sabdanya :
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ،
وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ الاَدَاءَ وَ النَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ
الْعَفَافَ
"Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah.
Yaitu, mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya supaya merdeka,
dan orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya". [4]
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan),
bukan dengan cara yang kotor dan menjijikan, seperti cara-cara orang
sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi,
homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh
Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlaq Yang Mulia
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَ
مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِا لصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk
nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan
lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu,
maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya".[5]
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq
(perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan
batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala dalam ayat berikut : "Thalaq (yang dapat dirujuki)
dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim". [Al
Baqarah:229].
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri
melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah wajib. Oleh karena itu,
setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang
Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara
kriteria itu ialah harus kafa'ah dan shalihah.
Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Kafa'ah (setaraf, sederajat) menurut Islam hanya diukur dengan kualitas
iman dan taqwa serta akhlaq seseorang, bukan diukur dengan status
sosial, keturunan dan lain-lainnya.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
[Al Hujurat:13].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِ َرْبَعٍِ : لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَ
لِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
"Seorang wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih
wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan
beruntung".[6]
Memilih Yang Shalihah
Orang yang hendak menikah, harus memilih wanita yang shalihah, demikian
pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Allah berfirman :
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ
وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
أُوْلاَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقُُ
كَرِيمُُ
"…Dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki
yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula…" [An Nuur:26].
Menurut Al Qur’an, wanita yang shalihah adalah :
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"Wanita yang shalihah ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri
bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". [An
Nisaa:34].
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
a. Ta'at kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ta'at kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
b. Ta'at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
c. Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
d. Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
e. Banyak shadaqah dengan seizin suaminya.
f. Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer
kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al Ahzab:33).
g. Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syetan.
h. Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
i. Ta'at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
j. Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
k. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
..وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي الْحَرَامِ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا
وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا...
"...Dan di hubungan suami-isteri salah seorang diantara kalian adalah
sedekah! Mendengar sabda Rasulullah, para sahabat keheranan dan
bertanya: "Wahai, Rasulullah. Apakah salah seorang dari kita memuaskan
syahwatnya (kebutuhan biologisnya) terhadap isterinya akan mendapat
pahala?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Bagaimana menurut
kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain isterinya,
bukankah mereka berdosa?" Jawab para sahabat: "Ya, benar". Beliau
bersabda lagi: "Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan isterinya (di
tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!"[7]
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan
Bani Adam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ
أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ
أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ
"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ? " [An Nahl:72].
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh
anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas,
yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
"… dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak)". [Al Baqarah:187].
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak”.[8]
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1.Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaknya ia
meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh
orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi :
-. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
-. Adanya ijab qabul.
-. Adanya mahar
-. Adanya wali.
-. Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul 'urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang pula
orang-orang miskin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
...أَوْلِمْ وَلَوْبِشَاةٍ
"Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing".[9]
SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yang tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan.
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampurnya, berbaurnya antara laki-laki dan wanita).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan secara Islami dan
membina rumah tangga yang Islami, serta kita berusaha meninggalkan
aturan, tata-cara, upacara dan adat-istiadat yang bertentangan dengan
Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang
banyak berbuat dosa dan maksiat.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
Anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menikah
mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para
ulama, diantaranya :
1. Dapat menundukkan pandangan,
2. Akan terjaga kehormatan.
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
5. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
6. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya. Dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir". [Ar Ruum:21].
7. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
8. Menikah dapat menjadi sebab semakin banyaknya jumlah ummat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Ada sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah
seorang anak atau dua orang anak, kemudian mereka membatasi kelahiran,
tidak mau mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan yang tidak syar’i.
Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi
kelahiran atau dengan istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya
adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Diantara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah :
1. Di dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
2. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
3. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).
4. Jika ditaqdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala anaknya meninggal
ketika masih kecil, insya Allah, ia akan menjadi syafa’at (penolong)
bagi orang tuanya nanti di akhirat.
5. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api neraka,
manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang
shalih dan shalihah.
6. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi
kemenangan kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi sabilillah,
karena jumlahnya yang sangat banyak.
7. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan jumlah umatnya
yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memperbanyak anak, karena Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan banyaknya ummatnya pada hari
kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila ditaqdirkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sepasang suami-isteri
sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai anak, maka
janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hendaknya ia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim Alaihissallam dan
Zakaria Alaihissallam telah berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabulkan do’a mereka. Dan hendaknya
bersabar dan ridha dengan qadha’ dan qadar yang Allah tentukan, serta
meyakini bahwa semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al Qur’an, yaitu :
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih". [Ash Shaafat : 100]
.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al Furqaan : 74].
رَبِّ لاَ تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
"Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah warits yang paling baik". [Al Anbiyaa : 89].
Mudah-mudahan Allah l memberikan keturunan yang shalih kepada pasangan suami-isteri yang belum dikaruniai anak.
HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Diantara kewajiban-kewajiban dan hak-hak tersebut adalah seperti yang
terdapat di dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari sahabat
Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy Radhiyallahu
'anhu [10], ia berkata: Saya telah bertanya,”Ya Rasulullah, apa hak
seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلاَ
تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian,
3. Janganlah engkau memukul wajahnya, dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah). [11]
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak di atas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam kepada isterinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu,
penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak
mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". [At Tahrim : 6].
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan
menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis
ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman
Salafush Shalih –generasi yang terbaik, yang mendapat jaminan dari
Allah– sehingga dengan bekal tersebut, serang suami mampu mengajarkannya
kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan
mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan
menghadiri majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah,
tauhid mengikhlaskan agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang
bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya.
Setelah wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka
kewajiban taat kepada sang suami menjadi hak yang tertinggi yang harus
dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam :
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَِ حَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang,
maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya".[12]
Sang isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf
(mengandung kebaikan dalam hal agama), misalnya ketika diperintahkan
untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri majelis
ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan
dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan surga bagi
dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ
فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ
الْجَنَةِ شَاءَتْ
"Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di
bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat
kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja
yang dia kehendaki". [13]
Istri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut.
Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala tidak akan melihatnya pada hari kiamat, manakala sang isteri
banyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أُرِيْتُ النَّارَ، فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ. يَكْفُرْنَ.
قِيْلَ : أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ ؟ يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ
الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ
مِنْكَ شَيْئاً، قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطٌّ
“Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuni
neraka adalah wanita.” Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan
mereka paling banyak menghuni neraka?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya: “Apakah dengan
sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab: “(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur
kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan
kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang
jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat
kebaikan pada dirimu". [14]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَيَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَتَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
"Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak
bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa
cukup)".[15]
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan
yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada
suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at
Islam yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan kepada
dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus
anak-anaknya.
Nasihat Untuk Suami-Isteri
1. Bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam keadaan bersama maupun sendiri, di rumahnya maupun di luar rumah.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
menjaga batas-batas Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dan minta
tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Laki-laki wajib mengerjakan
shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak
untuk shalat pada waktunya.
4. Menegakan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bacalah Al
Qur’an setiap hari, terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan
dzikir yang telah diajarkan oleh Rasululah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Ingatlah, bahwa syetan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga
dan syetan selalu berusaha mencerai-beraikan suamiisteri. Dan ajarkan
anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas segala nikmatNya.
7. Terus-menerus berintropeksi antara suami-isteri. Saling menasihati,
tolong menolong dan mema’afkan serta mendo’akan. Jangan egois dan
gengsi.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang shalih, ajarkan tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.
NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai para Suami!!
1. Apa yang memberatkanmu –wahai hamba Allah– untuk tersenyum di hadapan
isterimu ketika engkau masuk menemuinya, agar engkau memperoleh
ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala ?!!
2. Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika engkau melihat isteri dan anak-anakmu?!! Engkau akan dapat pahala?!!
3. Apa sulitnya apabila engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam
secara sempurna: “Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar
engkau memperoleh tiga puluh kebaikan?!!
4. Apa yang kira-kira akan menimpamu jika engkau berkata kepada isterimu
dengan perkataan yang baik, sehingga dia meridhaimu, sekalipun dalam
perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?!!
5. Apakah menyusahkanmu -wahai hamba Allah- jika engkau berdo’a: ”Ya
Allah!! Perbaikilah isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
6. Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?!!
NASIHAT UNTUK ISTERI
Wahai para isteri !!
1. Apakah menyulitkanmu, jika engkau menemui suamimu ketika dia masuk ke
rumahmu dengan wajah yang cerah sambil tersenyum manis?!!
2. Berhiaslah untuk suamimu dan raihlah pahala di sisi Allah Subhanahu
wa Ta'ala, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan,
gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana
terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat,
janganlah sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
3. Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang
dan selalu ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam segala keadaan.
4. Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu dengan tasbih,
takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah membaca Al Qur’an,
khususnya surat Al Baqarah, karena surat tersebut dapat mengusir syetan
5. Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia
untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah dia kembali tentang keutamaan
berinfak, serta janganlah melarangnya untuk bersilaturahim.
6. Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua
kaum muslimin, dan berdo’alah selalu agar diberikan keturunan yang
shalih dan memperoleh kebaikan dunia dan akhirat, dan ketahuilah
bahwasannya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala :
وَقَالَ رَبُّكُمْ ادعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Dan Rabb kalian berfirman: ”Berdo’alah kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian”. [Al Mu’min:60].
Kepemimpinan Laki-laki Atas Wanita
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ
عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاّتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang ta’at
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena
Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar". [An Nisaa:34].
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang
baik dalam mengemban tanggung-jawabnya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan mempertanyakannya di hari kelak Akhir.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالأَمِيْرُ
رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ
عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ
مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung-jawab atas
orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki
pun pemimpin atas keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah
suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin
dan kamu sekalian akan diminta pertanggung-jawabannya atas
kepemimpinannya".[17]
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami
yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta
melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta
menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia mengajak dan
membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga
anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena tabiat anak
memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka
mengenal dan mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang menciptakannya
dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, yang pada diri Beliau terdapat suri tauladan yang
mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka
kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang
dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in,
sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat
belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua kepada anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang
harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang
tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa
jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq
anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi
isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala pada waktu-waktu yang mustajab (waktu
terkabulkannya do’a), seperti sepertiga malam yang terakhir, agar
keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya
diberikan sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum di
dalam Al Qur’an :
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Dan orang-orang yang berdo’a : ”Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami,
isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa". [Al
Furqan:74].
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam
keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian
mereka menjadi hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang shalih dan
shalihah, bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Inilah kiat-kiat yang hendaknya seorang muslim dan muslimah lakukan
untuk mewujudkan keluarga sakinah. Wallaahu a’lam bish shawab.
MARAJI’
1. ‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An
Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir ‘Ali ‘Umar, Cet. Maktabah As Sunnah,
Kairo, Th. 1408 H.
2. Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif (karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus Salam, Th. 1423 H.
3. Irwaa-ul Ghaliil Fii Takhriji Ahaadits Manaaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Cet. Al Maktab Al Islami.
4. Al Insyirah Fii Adaabin Nikah, ta’lif Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th. 1408 H.
5. Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah,
ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim,
1417 H.
6. Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istanbuli.
7. Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif ‘Amr ‘Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh Dhiyaa’, Th. 1421 H.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]
______
[1]. HR Ath-Thabrani di kitab Mu’jamul Ausath dan Syaikh Al Albani
rahimahullah menghasankannya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah,
no. 625.
[2]. HR Abu Dawud, no. 2.050, An Nasa-i (VI/65-66), Al Hakim (II/162),
Al Baihaqi (VII/81) dari Ma’qil bin Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani rahimahullah di dalam Irwaa-ul Ghaliil, no. 1.784.
[3]. HR Bukhari no. 5.063, Muslim no. 1.401, Ahmad (III/241, 259, 285),
An Nasa-i (IV/60) dan Al Baihaqi (VII/77) dari sahabat Anas bin Malik
Radhiyallahu 'anhu.
[4]. HR Ahmad (II/251 dan 437), An Nasa-i (VI/61), At Tirmidzi no.
1.655, Ibnu Majah no. 2.518 dan Al Hakim (II/160-161) dari sahabat Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Lafazh ini milik At Tirmidzi, ia berkata:
“Hadits ini hasan”.
[5]. HR Ahmad (I/424, 425, 432), Bukhari no. 1905, 5065, 5066, Muslim
(IV/128), At Tirmidzi no. 1.081, An Nasa-i (VI/56-58), Ad Darimi
(II/132) dan Al Baihaqi (VII/77) dari sahabat Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu 'anhu.
[5]. HR Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i
(6/68), Ibnu Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu.
[6]. HR Bukhari no. 5.090, Muslim no. 1.466, Abu Dawud no. 2.047, Nasa’i
(6/68), Ibnu Majah 1.858, Ahmad (2/428) dari sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu.
[7]. HR Muslim no. 1.006, dan Ahmad (5/167-168), Ibnu Hibban no. 1.298
(Mawarid) dari sahabat Abu Dzar z . Lafazh ini milik Muslim.
[8]. Tafsir Ibnu Katsir (I/236), Cet. Daarus Salam.
[9]. HR Bukhari no. 5.155, Muslim no. 1.427, Abu Dawud no. 2.109, At
Tirmidzi no. 1.094, An Nasa-i (VI/119-120), Ad Darimi (II/143), Ahmad
(III/190, 271) dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
[10]. Taqribut Tahdzib (II/195 no. 6.779).
[11]. HR Abu Dawud no. 2.142, Ibnu Majah no. 1.850 dan Ahmad (IV/447,
V/3,5), Ibnu Hibban (no. 1.286-Mawarid), Al Baihaqi (VII/295, 305, 466,
467), Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (IX/159-160) no. 2.330, An Nasa-i
dalam Isyratun Nisaa’ no. 289 dengan sanad yang shahih, Irwaa-ul Ghalil
no. 2.033. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu
Hibban.
[12]. HR Tirmidzi 1.159, Ibnu Hibban 1.291-Al Mawarid dan Al Baihaqi
(7/291) dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Ini adalah lafazh
milik At Tirmidzi, ia berkata,”Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini
diriwayatkan dari beberapa sahabat. Lihat Irwaul Ghalil no. 1.998.
[13]. HR Ibnu Hibban no. 1.296-Mawarid, Shahih Mawaridu Zham’an, no.
1.081 dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Hadits ini hasan
shahih. Lihat Adabuz Zifaf, hlm. 286.
[14]. HR Bukhari no. 29, 1.052, 5.197 dan Muslim no. 907(17), Abu
‘Awanah (II/379-380), Malik (I/166-167) no. 2, An Nasa-i (III/146, 147,
148) serta Al Baihaqi (VII/294), dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan
diriwayatkan pula dari beberapa sahabat Radhiyallahu 'anhum.
[15]. HR An Nasa-i dalam kitab Isyratin Nisaa’ no. 249 , Al Hakim
(II/190) dan Al Baihaqi (VII/294) dari sahabat Abdullah bin Amr
Radhiyallahu 'anhu. Al Hakim berkata,”Hadits ini sanadnya shahih,” dan
disepakati oleh Imam Adz Dzahabi.
[16]. Diringkas dari Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min
Baitin Nubuwwah (hlm. 107-112) ta’lif Abu Abdillah Mushthafa bin Al
‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim.
[17]. HR Bukhari no. 893, 5.188, Muslim no. 1829, Ahmad (II/5, 54, 111) dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma.
[18]. Untuk mengetahui lebih jelas tentang Kiat-Kiat Menuju Keluarga
Sakinah, silahkan baca buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah,
oleh Penulis.