Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar sebagaimana yang dilansir oleh
banyak media menyatakan bahwa Departemen Agama (Depag) sudah menyerahkan
RUU Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri,
poligami dan kawin kontrak kepada Presiden SBY. Menurut Nasaruddin,
sanksi akan diberlakukan bagi pihak yang mengawinkan atau yang
dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Nasaruddin
menambahkan, nikah siri, poligami dan kawin kontrak dipidanakan karena
banyak pihak yang dirugikan atas pernikahan ini.
“Yang dirugikan kebanyakan perempuannya,” kata dia.
Nasaruddin Umar adalah agen liberalisme Islam di Indonesia. Untuk
ukuran Indonesia bisa dikatakan Nasaruddin Umar adalah Mbah-nya kalangan
feminis yang berhasil menyusup atau disusupkan ke Departemen Agama
untuk menggoalkan berbagai agenda liberalisme, satu diantaranya
penghapusan syariat poligami. Padahal menurut penuturan beberapa pihak,
dikabarkan Nasaruddin Umar pun telah berpoligami namun sangat
dirahasiakan. Jika benar, Nasaruddin akan mendapatkan laknat dan kutukan
dari anak buahnya sendiri. Beruntung tupainya masih pandai melompat.
Mari kita bicara tentang poligami saja. Membosankan mungkin, tapi dakwah memang memerlukan kesabaran yang ekstra.
Poligami yes, zina no!
Poligami telah ada sebelum Islam namun ia berjalan tanpa adanya batasan
dan aturan di dalamnya sehingga sering kali terjadi kezhaliman terhadap
kaum wanitanya. Kemudian Islam datang dengan syariatnya yang hanif
mengatur permasalahan ini dengan memberikan batasan dan persyaratan.
Poligami di dalam Islam dibolehkan sebagai sebuah jalan keluar dalam
pembentukan suatu masyarakat yang baik dan mulia. Dibolehkan bagi
seorang suami untuk menikah dengan lebih dari seorang wanita namun tetap
dengan persyaratan mampu berlaku adil terhadap semua istrinya.
Namun poligami ini dilarang terhadap seorang laki-laki yang tidak
mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya. Untuk itu hendaknya seorang
laki-laki yang ingin berpoligami betul-betul mempertimbangkan segala
sesuatunya sehingga tujuan dari poligami dapat tercapai.
Diantara faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Islam terhadap dibolehkannya poligami :
1. Seringnya peperangan di dalam sebuah negara Islam mengakibatkan
banyaknya janda dari para syuhada. Untuk itu perlu adanya satu badan
yang memberikan perhatian kepada mereka dan jalan keluar bagi mereka
dengan cara yang terbaik sehingga mereka tidak selamanya berada dalam
kesedihan akan kematian suaminya padahal bisa jadi ia masih produktif
dan bisa memberikan generasi dan memperbanyak keturunan buat umat.
2. Adakalanya populasi kaum wanita lebih banyak dari populasi kaum prianya.
3. Kesanggupan kaum pria untuk berketurunan adalah lebih besar
daripada kaum wanitanya. Hal itu dikarenakan kaum pria memiliki kesiapan
seksual sejak baligh sampai usia tua yang hal ini berbeda dengan kaum
wanita. Ia memiliki masa haidh, nifas dan kesanggupannya untuk hamil dan
melahirkan berakhir sekitar usia 45 sd 50 tahun.
4. Terkadang seorang istri mengalami kemandulan atau menderita sakit
yang tidak ada harapan untuk sembuh padahal mereka tetap ingin
melanjutkan hubungan suami istri dan suami ingin mempunyai keturunan.
5. Adakalanya seorang laki-laki mempunyai dorongan seks yang lebih
besar disebabkan kondisi tubuh dan nafsunya dan ia merasa tidak puas
dengan seorang istri saja. (disarikan dari Fiqhus Sunnah)
Seorang laki-laki yang ingin berpoligami hendaknya mempertimbangkan
kelima faktor di atas selain juga kesiapan dan kemampuan dirinya untuk
melakukannya.
Tentang penolakan seorang istri terhadap suaminya yang ingin
berpoligami perlu kiranya ia melihatnya secara utuh dalam permasalahan
ini karena saya masih berkeyakinan bahwa seorang muslimah jika mau
bertanya kepada hati kecilnya maka pasti ia tidak akan menentang segala
aturan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
Hanya saja yang biasanya menjadikan seorang istri (muslimah) tampak
lahiriyahnya menolak poligami adalah masalah kecemburuan dan hal ini
merupakan tabiat yang diberikan Allah kepada setiap wanita.
Anggapan bahwa seorang istri yang mengizinkan suaminya berpoligami
adalah ciri wanita sholehah-wallahu a’lam-mungkin dikarenakan bahwa
seorang wanita sholehah adalah yang memiliki sifat sabar, tetap mentaati
suaminya dan berbuat baik kepadanya walaupun ia telah berpoligami
dengan wanita lain.
Manakala sifat-sifat ini ada di dalam diri seorang istri terhadap
suaminya yang telah berpoligami dengan wanita lain maka pahala yang
besar telah disiapkan Allah swt baginya, sebagaimana disebutkan di dalam
dalil-dalil berikut :
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar : 10)
“Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik” (QS. Yusuf : 90)
“tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar Rohman : 60)
Di dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,”Apabila seorang
wanita melakukan sholat lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga
kemaluannya dan mentaati suaminya maka akan dikatakan
kepadanya,’masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu sukai.” (HR.
Ibnu Majah)
Di dalam hadits lainnya disebutkan,”Tidaklah seorang muslim yang
ditimpa kesulitan, sakit, kesedihan, luka, kesempitan hati hingga duri
yang menusuknya kecuali Allah swt akan menghapuskan kesalahannya.” (HR.
Bukhori Muslim)
Suatu hal yang patut disayangkan pada saat ini. Wahyu yang sudah
semestinya hamba tunduk untuk mengikutinya, malah ditolak begitu saja.
Padahal wahyu adalah ruh, cahaya, dan penopang kehidupan alam semesta.
Apa yang terjadi jika wahyu ilahi ini ditolak?!
Wahyu Adalah Ruh
Allah ta’ala menyebut wahyu-Nya dengan ruh. Apabila ruh tersebut hilang,
maka kehidupan juga akan hilang. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (wahyu) dengan perintah
Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab dan tidak pula
mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu nur
(cahaya), yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di
antara hamba-hamba Kami.” (QS. Asy Syuro: 52). Dalam ayat ini disebutkan
kata ‘ruh dan nur’. Di mana ruh adalah kehidupan dan nur adalah cahaya.
(Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah)
Kebahagiaan Hanya Akan Diraih Dengan Mengikuti Wahyu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,
“Kebutuhan hamba terhadap risalah (wahyu) lebih besar daripada
kebutuhan pasien kepada dokter. Apabila suatu penyakit yang tidak dapat
disembuhkan kecuali dengan dokter tersebut ditangguhkan, tentu seorang
pasien bisa kehilangan jiwanya. Adapun jika seorang hamba tidak
memperoleh cahaya dan pelita wahyu, maka hatinya pasti akan mati dan
kehidupannya tidak akan kembali selamanya. Atau dia akan mendapatkan
penderitaan yang penuh dengan kesengsaraan dan tidak merasakan
kebahagiaan selamanya.
Maka tidak ada keberuntungan kecuali dengan mengikuti Rasul (wahyu
yang beliau bawa dari Al Qur’an dan As Sunnah, pen). Allah menegaskan
hanya orang yang mengikuti Rasul -yaitu orang mu’min dan orang yang
menolongnya- yang akan mendapatkan keberuntungan, sebagaimana firman-Nya
yang artinya,”Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf:
157) (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah)
Poligami, Wahyu Ilahi yang Ditolak
Poligami senantiasa menjadi perdebatan yang sangat sengit di tengah kaum
muslimin dan sampai terjadi penolakan terhadap hukum poligami itu
sendiri. Dan yang menolaknya bukanlah tokoh yang tidak mengerti agama,
bahkan mereka adalah tokoh-tokoh yang dikatakan sebagai cendekiawan
muslim. Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami itu sendiri? Marilah
kita kembalikan perselisihan ini kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Allah Ta’ala telah menyebutkan hukum poligami ini melalui wahyu-Nya
yang suci, yang patut setiap orang yang mengaku muslim tunduk pada wahyu
tersebut. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.” (QS. An Nisa’: 3).
Poligami juga tersirat dari perkataan Anas bin Malik, beliau
berkata,”Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggilir
istri-istrinya dalam satu malam, dan ketika itu beliau memiliki sembilan
isteri.” (HR. Bukhari). Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau-
mengatakan, “Nikahilah wanita yang kalian suka selain wanita yang yatim
tersebut. Jika kalian ingin, maka nikahilah dua, atau tiga atau jika
kalian ingin lagi boleh menikahi empat wanita.” (Shohih Tafsir Ibnu
Katsir). Syaikh Nashir As Sa’di -semoga Allah merahmati beliau-
mengatakan, “Poligami ini dibolehkan karena terkadang seorang pria
kebutuhan biologisnya belum terpenuhi bila dengan hanya satu istri
(karena seringnya istri berhalangan melayani suaminya seperti tatkala
haidh, pen).
Maka Allah membolehkan untuk memiliki lebih dari satu istri dan
dibatasi dengan empat istri. Dibatasi demikian karena biasanya setiap
orang sudah merasa cukup dengan empat istri, dan jarang sekali yang
belum merasa puas dengan yang demikian. Dan poligami ini diperbolehkan
baginya jika dia yakin tidak berbuat aniaya dan kezaliman (dalam hal
pembagian giliran dan nafkah, pen) serta yakin dapat menunaikan hak-hak
istri. (Taisirul Karimir Rohman)
Imam Syafi’i mengatakan bahwa tidak boleh memperistri lebih dari empat
wanita sekaligus merupakan ijma’ (konsensus) para ulama, dan yang
menyelisihinya adalah sekelompok orang Syi’ah. Memiliki istri lebih dari
empat hanya merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Maka dari penjelasan ini, jelaslah
bahwa poligami memiliki ketetapan hukum dalam Al Qur’an dan As Sunnah
yang seharusnya setiap orang tunduk pada wahyu tersebut.
Tidak Mau Poligami, Janganlah Menolak Wahyu Ilahi
Jadi sebenarnya poligami sifatnya tidaklah memaksa. Kalau pun seorang
wanita tidak mau di madu atau seorang lelaki tidak mau berpoligami tidak
ada masalah. Dan hal ini tidak perlu diikuti dengan menolak hukum
poligami (menggugat hukum poligami). Seakan-akan ingin menjadi pahlawan
bagi wanita, kemudian mati-matian untuk menolak konsep poligami. Di
antara mereka mengatakan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan dan
kehinaan wanita. Poligami juga dianggap sebagai biang keladi rumah
tangga yang berantakan. Dan berbagai alasan lainnya yang muncul di
tengah masyarakat saat ini sehingga dianggap cukup jadi alasan agar
poligami di negeri ini dilarang.
Hikmah Wahyu Ilahi
Setiap wahyu yang diturunkan oleh pembuat syariat pasti memiliki hikmah
dan manfaat yang besar. Begitu juga dibolehkannya poligami oleh Allah,
pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar baik bagi individu,
masyarakat dan umat Islam. Di antaranya:
(1) Dengan banyak istri akan memperbanyak jumlah kaum muslimin.
(2) Bagi laki-laki, manfaat yang ada pada dirinya bisa dioptimalkan
untuk memperbanyak umat ini, dan tidak mungkin optimalisasi ini
terlaksana jika hanya memiliki satu istri saja.
(3) Untuk kebaikan wanita, karena sebagian wanita terhalang untuk
menikah dan jumlah laki-laki itu lebih sedikit dibanding wanita,
sehingga akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami.
(4) Dapat mengangkat kemuliaan wanita yang suaminya meninggal atau
menceraikannya, dengan menikah lagi ada yang bertanggung jawab terhadap
kebutuhan dia dan anak-anaknya.
Menepis Kekeliruan Pandangan Terhadap Poligami
Saat ini terdapat berbagai macam penolakan terhadap hukum Allah yang
satu ini, dikomandoi oleh tokoh-tokoh Islam itu sendiri. Di antara
pernyataan penolak wahyu tersebut adalah : “Tidak mungkin para suami
mampu berbuat adil di antara para isteri tatkala berpoligami, dengan
dalih firman Allah yang artinya,”Jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An Nisaa’: 3). Dan firman
Allah yang artinya,”Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian.” (QS. An Nisaa’: 129).”
Sanggahan: Yang dimaksud dengan “Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil” dalam ayat di atas adalah
kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil dalam rasa cinta, kecondongan
hati dan berhubungan intim. Karena kaum muslimin telah sepakat, bahwa
menyamakan yang demikian kepada para istri sangatlah tidak mungkin dan
ini di luar kemampuan manusia, kecuali jika Allah menghendakinya. Dan
telah diketahui bersama bahwa Ibunda kita, Aisyah radhiyallahu ‘anha
lebih dicintai Rasulullah daripada istri beliau yang lain. Adapun
hal-hal yang bersifat lahiriah seperti tempat tinggal, uang belanja dan
waktu bermalam, maka wajib bagi seorang suami yang mempunyai istri lebih
dari satu untuk berbuat adil. Hal ini sebagaimana pendapat Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi, dan Ibnu Hajar.
Ada juga di antara tokoh tersebut yang menyatakan bahwa poligami akan
mengancam mahligai rumah tangga (sering timbul percekcokan).
Sanggahan: Perselisihan yang muncul di antara para
istri merupakan sesuatu yang wajar, karena rasa cemburu adalah tabiat
mereka. Untuk mengatasi hal ini, tergantung dari para suami untuk
mengatur urusan rumah tangganya, keadilan terhadap istri-istrinya, dan
rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga, juga tawakkal kepada Allah.
Dan kenyataannya dalam kehidupan rumah tangga dengan satu istri
(monogami) juga sering terjadi pertengkaran/percekcokan dan bahkan
lebih. Jadi, ini bukanlah alasan untuk menolak poligami.
Apa yang Terjadi Jika Wahyu Ilahi Ditolak ?
Mari kita renungkan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini,
apa yang terjadi jika wahyu ilahi yang suci itu ditentang.
Allah telah banyak mengisahkan di dalam al-Qur’an kepada kita tentang
umat-umat yang mendustakan para Rasul. Mereka ditimpa berbagai macam
bencana dan masih nampak bekas-bekas dari negeri-negeri mereka sebagai
pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Mereka dirubah bentuknya menjadi
kera dan babi disebabkan menyelisihi Rasul mereka. Ada juga yang
terbenam dalam tanah, dihujani batu dari langit, ditenggelamkan di laut,
ditimpa petir dan disiksa dengan berbagai siksaan lainnya. Semua ini
disebabkan karena mereka menyelisihi para Rasul, menentang wahyu yang
mereka bawa, dan mengambil penolong-penolong selain Allah.
Allah menyebutkan seperti ini dalam surat Asy Syu’ara mulai dari
kisah Musa, Ibrahim, Nuh, kaum ‘Aad, Tsamud, Luth, dan Syu’aib. Allah
menyebut pada setiap Nabi tentang kebinasaan orang yang menyelisihi
mereka dan keselamatan bagi para Rasul dan pengikut mereka. Kemudian
Allah menutup kisah tersebut dengan firman-Nya yang artinya,”Maka mereka
ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
bukti yang nyata, dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang.” (QS. Asy Syu’ara: 158-159). Allah mengakhiri kisah tersebut
dengan dua asma’ (nama) -Nya yang agung dan dari kedua nama itu akan
menunjukkan sifat-Nya. Kedua nama tersebut adalah Al ‘Aziz dan Ar Rohim
(Maha Perkasa dan Maha Penyayang). Yaitu Allah akan membinasakan
musuh-Nya dengan ‘izzah/keperkasaan-Nya. Dan Allah akan menyelamatkan
rasul dan pengikutnya dengan rahmat/kasih sayang-Nya. (Diringkas dari
Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah).
Tamparan untuk Para Penolak Poligami
Lembaga fatwa Mesir menegaskan, poligami adalah hal yang dibolehkan 3 agama samawi dan bisa dijadikan jalan keluar bagi Barat.
Berita ini boleh jadi membuat merah telinga kaum feminis dan penganut
Barat. Belum lama ini, Dar Ifta Al Mishriyah, lembaga fatwa tertinggi
di Mesir mempublikasikan hasil kajian terbarunya mengenai masalah
poligami.
Dar Ifta dalam pernyataannya menyebutkan bahwa poligami disepakati
kebolehannya oleh tiga agama samawi. Islam, Kristen dan Yahudi.
Disamping itu, lembaga ini mengecam keras Barat dan para pengekornya di
Timur yang menentang bolehnya poligami, Dar menilai bahwa mereka tidak
memiliki dalil.
Poligami dalam Islam, merespon poligami yang telah diterapkan oleh
bangsa Arab, Yahudi ataupun Romawi. Ini tercermin dalam hadits yang
menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan
Ghailan bin Salma At Tsaqafi yang beristri sepuluh untuk menceraikan 6
darinya, ketika ia memeluk Islam.
Menurut Dar Al Ifta, poligami dalam Islam adalah sebuah rukhsah
hingga poligami sendiri bukanlah tujuan utama, karena dalam Al-Quran
tidak ada seruan poligami, kecuali dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan.
Dar Ifta dalam tulisannya yang bertajuk Al Mar’ah Al Muslimah Al
Muashirah ma’a Tahadhiyat Ashr Al Madiyah (Wanita Muslimah Zaman Ini dan
Serangan Zaman Materialisme) itu menyatakan keherannya terhadap
oriantelis Barat berserta para pengekor mereka dari Timur, yang
menyerang rukhsah poligami, tapi tidak berkomentar sama sekali terhadap
fenomena pelacuran, tradisi pertukaran pasangan serta perselingkuhan.
Barat Perlu Lirik Poligami
Dar Ifta juga mengecam keras Barat yang menjadikan wanita sebagai
“komoditi seksual” dan menolak poligami yang jelas syaratnya, bahkan
tidak ada batasan sama sekali jumlah wanita yang “dipoligami”.Disamping
menolak poligami, Barat malah promosikan “poligami tanpa aturan” itu,
seperti perselingkuhan, prostitusi, atau pergaulan bebas yang tidak ada
ikatan resmi, hingga wanita bisa dicampakkan begitu saja dari kehidupan
si lelaki dan ini juga menyebabkan menularnya penyakit seksual serta
meningginya kasus aborsi.
Dar Ifta memberi contah kasus yang terjadi di Amerika. Pada tahun
1980 saja di negeri itu tercatat 1.553.000 kasus aborsi, 30 % nya
dilakukan oleh wanita di bawah umur 20 tahun. Ini yang tercatat, menurut
petugas, dalam realita, kasus yang terjadi sebenarnya 3 kali lipat dari
hasil sensus. Data tahun 1979 juga menunjukkan bahwa 74% kaum miskin
dari manula adalah wanita, 85% mereka hidup sendiri tanpa ada yang
memberi nafkah. Dan dari tahun 1980 hingga 1990 hampir satu juta wanita
Amerika menjadi pelacur. Menurut Dar Ifta, permasalah ini bisa selesai
dengan poligami yang jelas syarat-syarat dan kensekwensinya.
Nampaknya Nasaruddin cukup berhati-hati untuk tidak secara frontal
menolak poligami-sekalipun isunya dia juga berpoligami-tapi dia
mencari-cari berbagai kasus ketidaksuksesan poligami dengan tujuan agar
masyarakat menjadi benci dan tidak mempraktekkan poligami.
Ketidaksuksesan poligami pada beberapa kasus selain tidak bisa
digeneralisir, juga harus dilihat dari motif si pelaku melakukan
poligami. Jika motifnya bukan atas dasar menjalankan syari’at, jelas
hasilnya akan berantakan. Karena dipastikan tidak memenuhi syarat-syarat
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sangat picik jika kasus-kasus
itu dijadikan sandaran hukum untuk melarang poligami.
Jika para penolak poligami mau jujur dan adil, mereka akan takjub
dengan keindahan keluarga yang melakukan poligami atas dasar syari’at
yang suci. Betapa Indah Poligami….(Diari berbagai sumber)
(Al-Ustadz Abdullah Sholeh Ali Hadrami)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar